Cinta yang Membara: Ketika Yesus Memadamkan Api Perdagangan di Bait Allah (Injil Yohanes 2: 13-25)

Kisah penuh gairah dari Injil Yohanes 2:13-25 membawa kita ke momen ketika Yesus dengan tegas menyatakan, "Cinta untuk rumah-Mu akan menghanguskan Aku.

Melalui kasih dan kepatuhan kepada Allah kiranya kita menjadikan gereja-gereja sebagai tempat yang layak bagi kita

Kisah penuh gairah dari Injil Yohanes 2:13-25 membawa kita ke momen ketika Yesus dengan tegas menyatakan, “Cinta untuk rumah-Mu akan menghanguskan Aku.” Di tengah gemerlap pasar yang ramai di Bait Allah, Yesus tidak ragu untuk mengusir para pedagang, memperingatkan agar rumah Bapa-Nya tidak diubah menjadi tempat berjualan.

Ketika Yesus mendapati pendagan-pedagan lembu, domba dan merpati serta penukar-penukar uang yang ada di Bait Allah, Yesus sangat marah maka Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua. Maka murid-murid-Nya ingat bahwa “ada tertulis: Cinta untuk Rumah-Mu akan menghanguskan Aku.

Namun para pemuka Yahudi menantang Yesus, dengan meminta tanda, mengapa Yesus mengusir mereka dari Bait Allah? Yesus menjawab mereka bahwa, “Runtuhkanlah Bait Suci ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali”. Hal ini Yesus bukan berbicara tentang bangun Bait Allah, tetapi Yesus sebenaranya berbicara tentang diri-Nya sendiri. Bahwa Ia akan mati di atas kayu Salib tetapi dalam tiga hari kemudian Ia akan bangkit kembali.

Dalam bacaan Injil hari ini, memperlihatkan kepada kita bahwa Yesus sungguh mencintai Bait Allah. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita, sebagai pengikut-Nya, memperlakukan rumah-rumah ibadat dan gereja-gereja tempat bagi kita untuk berdoa dan merayakan perayaan Ekaristi? Apakah kita memelihara tempat suci dalam hidup kita, ataukah kita membiarkan kebisingan dunia dan keserakahan merayap masuk?

Cinta Yesus terhadap rumah Allah mengajarkan kita untuk menghargai tempat-tempat suci dalam hidup kita, bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai ruang di dalam hati kita. Apakah kita menjadikan hati kita sebagai tempat suci bagi Tuhan atau kita membiarkan hati kita dikuasai oleh dunia keserakahan, dunia kedosaan, egoisme bertumbuh subur dalam diri kita?

Dalam keheningan hati yang suci, kita dapat mendengarkan panggilan Allah, dan dengan cinta yang membara, kita dapat memadamkan api perdagangan keserakahan, penipuan, kecurigaan dan keegoisan baik itu dalam diri kita sendiri maupun dalam dunia sekitar kita.

Melalui kasih dan kepatuhan kepada Allah kiranya kita menjadikan gereja-gereja sebagai tempat yang layak bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membiarkan cinta-Nya yang ada dalam hati kita menghanguskan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya.

Penulis: P. Dismas Longginus Mauk, SVDEditor: Anastasia Bunga Kedang