Kota Kupang, TIRILOLOKNEWS.COM || REGIONAL – Radio TIRILOLOK, menghadirkan dua narasumber yaitu Veronika Ata, SH., M. HUM sebagai Aktivis Perempuan dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT dan Esther Mantaon, SH, sebagai Pengacara dan Koordinator Rumah Harapan dan didampingi host Isidorus Lilijawa, yang berlansung sebuah acara Viral NTT dengan tema “Femisida dan Nasib Perempuan NTT” Pada Sabtu,(14/09/2024).
Kekerasan pada Perempuan saat ini marak terjadi, baru-baru ini ada sebuah peristiwa yang terjadi menimpa almarhumah Yosefina Maria Mei, seorang yang mengalami kekerasan oleh suami sendiri, mengisahkan duka yang amat mendalam bukan cuman untuk keluarga, tepat juga bagi para sahabat dan orang-orang yang mungkin tidak mengenal secara dekat. Lalu beberapa hari lalu, kita mendengar juga ada seorang Perempuan petani di dusun terpencil di Kab. Malaka, juga mengalami kasus kekerasan dan meninggal. Lalu pembunuhan keji transpuan Desi Aurelia dan berita tentang oknum polisi yang melukai jari tangan istrinya dengan parah, jadi aksi-aksi kekerasan yang terjadi di rumah tangga ini merupakan bukti nyata tingginya Tingkat Femisida di NTT.
Dalam dialog interaktif, Veronika Ata selaku Ketua LPA NTT, mengatakan bahwa LPA, sering juga membantu mendampingi Perempuan, anak yang menjadi korban kekerasan. Di LPA juga mendampingi anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban atau pelaku. Disaat ini LPA sedang mendampingi anak dari Almh.Yosefina Maria Mei, dimana anak-anaknya juga dijadikan saksi dalam kasus ibunya. LPA NTT juga selalu melakukan pendampingan dalam kampanye, sosialisasi tentang hak Perempuan dan hak anak sebagai upaya mencegahkan supaya tidak terjadi.
Veronika Ata, menjelaskan tentang Femisida, sudah ditemukan dari Tahun 1976, diperkenalkan oleh seorang aktivis di Afrika. Femi itu artinya Perempuan dan sida itu artinya pembunuhan terhadap Perempuan secara ekstrim. Femisida ini, baru terkenal di Indonesia pada tahun 2017 bahwa benar-benar sejak akhir ini mendengar istilah Femisida
Dari pandangan atau pengalaman Esther Mantaon, bahwa proses yang dialami oleh seorang korban khususnya perempuan dan anak, sudah sering terjadi karena Laki-laki yang dimana menjadi seorang suami sudah mempunyai rencana, karena ada rasa benci dan dendam, serta merasa berkuasa kepada istrinya dan membuat istri merasa terancam untuk tidak melapor, tetapi adanya regulasi yang memberikan kesadaran bagi Masyarakat, sehingga jika mengalami dan melihat kekerasan kepada Perempuan terkhususnya KDRT mereka bisa melapor.
Esther Mantaon, selaku Advokat dan Koordinator Rumah Harapan, mengatakan bahwa khusus rumah harapan yang berdiri pada Tahun 2018, bertujuan untuk melindungi perempuan dan anak dalam kekerasan.
Esther juga mengatakan bahwa dalam fakta yang terjadi selama ini banyak korban yang akan melapor kasus KDRT ini kalo sudah terjadi berkali-kali, bahkan ada yang tidak melapor sampai pada klimaksnya yaitu pembunuhan, dimana sudah terjadi penganiayan berat sampai mengakibatkan orang meninggal dan pelaku sendiri harus dijerat dengan Pasal 340 yaitu Pembunuhan Berencana dimana pelaku akan dihukum seberat-beratnya yaitu Hukuman mati.
Esther Mantaon mengatakan Rumah Harapan GMIT, mempunyai Rumah aman dimana tempat ini ini menerima laporan dari Korban Kekerasan, memberikan perlindungan sementara,layanan konseling Rohani dan Psikolog, juga pendampingan hukum dan layanan Kesehatan.
Pemerintah menyiapkan call center untuk pengaduan kasus kekerasan dan persoalan yang dialami masyarakat bisa menghubungi di “129” dan di Whatsapp 08111129.