Kota Kupang, TIRILOLOKNEWS.COM || REGIONAL – Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, drg. Retnowati, M.Kes, menyampaikan bahwa hingga minggu ke-39, kasus diare di Kota Kupang masih dalam kategori stabil dan belum menunjukkan potensi pada Kejadian Luar Biasa (KLB).
“Rata-rata kasus diare kita berada di angka 215 per bulan. Sampai saat ini masih tergolong stabil dan belum ada indikasi menujukkan potensi KLB,”
ujar drg. Retnowati, M.Kes dalam wawancara, Senin, (6/10/2025), di ruang kerjanya.
Ia juga menambahkan bahwa sistem pelaporan kewaspadaan dini melalui SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons) berjalan baik. Kota Kupang telah mencapai target dalam hal ketepatan waktu, kelengkapan data, serta kecepatan merespons sinyal kewaspadaan dalam waktu 24 jam.
“Telah kami sampaikan kepada seluruh puskesmas agar lebih waspada, segera lakukan penyelidikan jika ditemukan klaster kasus, dan aktif berkoordinasi lintas program serta lintas sektor,”
jelasnya.
Dari data yang dihimpun, kasus diare mengalami peningkatan sejak minggu ke-29 hingga minggu ke-39. Petugas puskesmas telah diminta meningkatkan kewaspadaan dan mengintensifkan surveilans di masyarakat.
Distribusi informasi dari SKDR terus dilakukan setiap minggu kepada lintas sektor sebagai bentuk tanggung jawab dari petugas surveilans puskesmas.
Sementara itu, satu kasus positif Hantavirus terdeteksi pada warga yang baru pindah dari luar daerah. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya tikus pembawa virus di sekitar tempat tinggal pasien.
“Kami mengimbau masyarakat agar menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari hal-hal yang bisa memicu peningkatan populasi tikus,”
kata drg. Retnowati, M.Kes.
Dalam dua bulan terakhir, juga tercatat peningkatan Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR). Semua kasus ditangani sesuai prosedur tetap seperti pencucian luka, pemberian vaksin anti rabies (VAR), dan pengobatan. Hingga kini, belum ditemukan gejala rabies pada korban.
Koordinasi dengan Dinas Pertanian juga telah dilakukan guna mendukung pelaksanaan vaksinasi anjing secara massal.
Selain pelaporan melalui SKDR, drg. Retnowati juga menekankan pentingnya sistem pelaporan berbasis kejadian atau Event-Based Surveillance (EBS). Ia meminta semua fasilitas kesehatan melaporkan kematian, lonjakan kasus, keracunan makanan, serta penyakit yang belum tercantum dalam sistem dengan bukti pendukung yang jelas.
“EBS ini penting. Jadi kalau ada gejala yang tidak biasa, bahkan laporan dari masyarakat pun bisa ditindaklanjuti, asalkan disertai data pendukung,”
tandasnya.
Berdasarkan data terakhir, penyakit terbanyak adalah diare, disusul malaria konfirmasi yang berasal dari luar daerah. Kasus demam berdarah menurun setelah penerapan program nyamuk ber-Wolbachia.