Mengenang Sejarah 150 Tahun SVD: Peluang dan Tantangan Misi di Pulau Timor

Berbicara mengenai Kongregasi Societas Verbi Divini atau Serikat Sabda Allah (SVD) tidak pernah terlepas dari peran St. Arnoldus Janssen.

Kota Kupang , TIRILOLOKNEWS.COM || REGIONAL – Berbicara mengenai Kongregasi Societas Verbi Divini atau Serikat Sabda Allah (SVD) tidak pernah terlepas dari peran St. Arnoldus Janssen. Arnoldus Janssen merupakan pendiri dari ketiga kongregasi besar. St. Arnoldus mendirikan SVD pada tanggal 8 September 1875, SSpS (Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus) yang didirikan pada tanggal 1889 dan SSpSAP (Suster-suster Abdi Roh Kudus Abdi Abadi) pada tahun 1896. Kehadiran ketiga kongregasi ini memberikan suatu pemenuhan misi yang amat mendalam. SVD dan SSpS bergerak dalam bidang karya misi pelayanan pastoral dan SSpSAP yang dengan setia berlutut di hadapan Tuhan dalam Sakramen Maha Kudus demi kelancaran misi kedua saudaranya. Lebih lanjut, penyebaran misi ketiga kongregasi itu sudah menyebar di 70 negara di dunia. Salah satu negara yang memiliki negara dengan anggota SVD yang banyak adalah Indonesia.

SVD masuk ke Indonesia pada tahun 1912. SVD di Indonesia memiliki 4 provinsi yang mencakup; Provinsi Jawa, Provinsi Ende, Provinsi Timor dan Provinsi Ruteng. Kedatangan para misionaris SVD di Indonesia pada dasarnya didorong oleh adanya keinginan SVD untuk membantu para misionaris Serikat Yesus (SY) di samping menjalankan misi perutusannya sebagai misionaris perintis. Salah satu tokoh yang membawa SVD ke Indonesia adalah Pater Petrus Noyen, SVD. Pada tahun 1913, P. Petrus Noyen merintis pertama kali karya misi SVD di Pulau Timor dan pada tahun 1914 juga membuka karya misi di Flores.

Awal Misi SVD Timor

Sebelum kedatangan SVD di Indonesia pada umumnya dan di Pulau Timor secara khusus, Gereja Katolik dipimpin oleh Serikat Yesuit (SY). Pada tanggal 19 Juli 1890, Serikat Yesuit menetapkan Atapupu dan Lahurus sebagai stasi yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada umat Allah dan pelayanan misi SJ yang berpusat di dua tempat tersebut. Stasi Lahurus lebih dikenal dengan Stasi Fialaran yang dikepalai oleh seorang pastor paroki, yakni Pater Yohanes Mathijen SJ dan dibantu oleh bruder Hansates SJ.

Perjalanan Misi SVD di Pulau Timor dimulai pada tanggal 20 Januari 1913 ketika Mgr. Petrus Noyen, SVD menginjakkan kaki pertama kali di wilayah pesisir pantai Atapupu, Atambua. Di sana, terdapat satu kampung yang dulunya menjadi tempat singgah dan menjadi bagian dari misi pelayanan Serikat Yesuit. Tempat itu bernama Lahurus. Secara etimologis, Lahurus berasal dari bahasa Tetun yakni Ia yang berarti tidak dan borus yang berarti tidak tembus. Menurut cerita, kampung Lahurus menjadi pusat hutan dan sumber mata air yang tidak bisa ditembusi cahaya matahari karena hutannya yang sangat lebat. Secara singkat, Lahurus itu berarti suatu tempat yang susah ditembusi karena adanya faktor alam yang mengikat dan menentukan masa depan segala jenis tumbuhan yang ada di dalamnya. Mengutip Pater Mathijsen dalam Boku, dikatakan demikian, “Tidak perlu kita membayangkan Lahurus sebagai sebuah kampung yang tertata rapi dengan jalan-jalan yang lebar dan gedung-gedung besar. Semuanya tidak ada di situ. Tempat itu dan di sekitarnya cukup kotor. Hanya lembah dan gunung yang sedikit hijau. Tidak ada yang bisa ditonjolkan, walaupun demikian sangat mengikat hati.”

Pater Noyen memulai misi SVD di Lahurus dengan memperhatikan hal-hal internal di rumah pastoran Lahurus. Bagi Pater Noyen, Lahurus adalah suatu tempat yang indah, memiliki mata air yang sejuk, gereja yang bersih dan lingkungan di sekitar juga yang bersih dan nyaman. Sebab itu, kenyamanan pastoran juga menjadi tempat uji yang layak bagi bertumbuh kembangnya rasa persaudaraan bersama anggota komunitas atau pun terhadap umat Allah di sekitar gereja. Pater Noyen melakukan pelayanan misi dMisi pelayanan SVD terhadap umat di Lahurus turut menjadi bekal kepercayaan umat di Timor dalam segala pembangunan yang terjadi, baik dari pembangunan sekolah-sekolah misi, bengkel dan unit-unit kerja lainnya yang bertahan hingga sekarang ini.

Beberapa tahun membangun Gereja umat Lahurus, Pater Noyen juga melanjutkan misi pendidikan yang sudah ditanamkan oleh Serikat Yesuit. Pater Noyen menulis surat kepada Pater Van Velsen di Woloan-Minahasa untuk meminta tenaga pengajar di Lahurus. Surat itu ditanggapi dengan hadirnya seorang duda dari Minahasa yang membantu Pater Noyen dalam memberikan pengajaran. Pater Noyen memegang satu prinsip dalam misi pendidikannya, tanpa orang pribumi yang terdidik baik, maka misi untuk maju akan mengalami banyak kesulitan dan akan maju sangat perlahan.

Lebih lanjut, Pater Noyen juga membuka karya-karya misi lain berkat kehadiran misionaris yang kian bertambah di Pulau Timor. Dalam bidang pertukangan, Pater Noyen menyerahkan seluruh urusan pembangunan kepada Bruder Lusian yang tiba di Atapupu pada tanggal 14 Mei 1913 bersama Pater Verstraelen. Pembangunan yang dilakukan oleh Br. Lusian telah menjadi sejarah pembangunan perdana karya misi pertukangan provinsi SVD Timor. Beberapa tempat yang memiliki bekas tangan pembangunan Br. Lusian itu mencakup pertukangan di wilayah Nenuk, Atambua, Kupang dan Maliana. Selanjutnya, pembangunan itu dilakukan oleh misionaris SVD yang bertugas dan ditempatkan di daratan pulau Timor dengan profesi dan perutusannya masing-masing.

Regional dan Provinsial Timor dari Masa ke Masa

Perkembangan misi SVD yang pesat di Pulau Timor turut menciptakan suatu warisan estafet kepemimpinan yang menentukan roda jalannya sistem dalam regional dan provinsi itu sendiri. Sebab, melalui kebijakannya masing-masing, setiap pemimpin memiliki kebijakan, animasi misi dan fokus pembangunan tertentu dalam menjalankan misi dan spiritualitas SVD dalam kehidupan para anggotanya. Prinsip hidup our name is our mission adalah suatu pegangan hidup bersama yang saling mendukung keberlangsungan hidup provinsi itu sendiri.

Pada tahun 1947-1954, Regional I SVD Timor dipimpin oleh P. Josef Duffels, SVD, misionaris yang berasal dari Amsterdam-Belanda. Fokus misinya adalah pembangunan yang mengedepankan pelayanan umat seperti yang dilakukan oleh Pater Noyen sebelumnya. Pada masa kepemimpinannya, P. Jossef mendirikan Seminari Menengah Lalian pada tanggal 8 September 1950 serta memberikan mandat kepada P. Gabriel Manek, SVD sebagai rektor pertama seminari dan P. Heinrich Janssen, SVD sebagai prefek.

Pada tahun 1954-1958, Regional II SVD Timor dipimpin oleh P. Theodor Van Den Tillart, SVD. Fokus misi yang dilakukan pada masa kepemimpinan P. Theodor adalah menempatkan Nenuk sebagai pusat misi SVD Timor. Pada tanggal 30 Januari 1957, beliau memindahkan pusat misi SVD dari Halilulik ke Nenuk. Halilulik dilihat sebagai lokasi yang lebih strategis dan lebih luas untuk pembangunan ke depan. Di Nenuk beliau mulai merintis pendidikan Bruder. Angkatan Novis Bruder pertama adalah Br. Hendrikus Ulan, SVD, Br. Andreas Talan, SVD dan Br. Theodorus Eli, SVD. Fasilitas SVD di Halilulik selanjutnya dipakai oleh Tarekat SSpS.

Selanjutnya, Regional III Timor tahun 1958-1966 dipimpin oleh P. Heinrich Janssen, SVD yang menggantikan P. Jossef yang ditabhiskan menjadi uskup pada tanggal 29 Juni 1958. Semasa kepemimpinannya, Fokus misi P. Heinrich adalah membantu kebutuhan masyarakat yakni melalui perbengkelan. Beliau mendatangkan tenaga-tenaga Bruder yang pandai besi, kayu, mesin, dan juga mendatangkan perlengkapan bengkel-bengkel yang lebih memadai. P. Heinrich juga mengkaderkan tenaga-tenaga awam siap pakai untuk perbengkelan.

Pada tahun  1966-1972, Regional IV Timor dipimpin oleh P. Willibrord Meulendijk, SVD atau biasa dipanggil “Brod.” P. Brod mengembangkan SMP Kemasyarakatan menjadi Sekolah Teknik Menengah (STM). Dengan tujuan itu, P. Brod berusaha mendatangkan tenaga-tenaga Bruder dari Eropa yang pandai dan terampil di aneka bidang sesuai kebutuhan STM. Ia  juga mengirim tenaga-tenaga dari Timor untuk dikaderkan guna menjawabi kebutuhan STM dan bengkel-bengkel dalam Regio dan Keuskupan Atambua.

Pada tahun 1972-1979, Regional V dipimpin oleh P. Anton Pain Ratu, SVD.  Pada masa kepemimpinannya, Regional Timor sudah beralih menjadi Provinsi. Salah satu misi yang dilakukan oleh P. Anton adalah dengan membuka jalur misi baru di wilayah Oekusi, Ambenu (Sekarang menjadi wilayah Timor Leste) pada tahun 1976. Provinsi SVD Timor mengutus P. Frans Asisi Kou, SVD dalam membentuk unit kemandirian melalui usaha pertanian di wilayah misi itu sendiri.

Provinsial yang menggantikan P. Anton Pain Ratu, SVD adalah P. Stanislaus Bessin, SVD (1981-1987). Beliau berasal dari Atapupu, Atambua. Dalam era kepemimpinannya Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (Yapenkar), Unika Widya Mandira dan Radio Tirilolok didirikan di Kupang serta Novisiat St. Yosef di Nenuk, Atambua. Provinsial selanjutnya adalah P. Yustus Asa, SVD (1987-1993). Karya penting dari P. Yustus ialah pembangunan rumah provinsialat permanen yang baru, rumah SVD Oebufu di Kupang dan rumah Jompo di Nenuk.

Pada tahun 1993-1999 Provinsi SVD Timor dipimpin oleh P. Yosef Sievers, SVD. Sebelumnya, P. Yosef juga dipilih secara aklamasi untuk menyelesaikan masa jabatan P. Anton Pain Ratu, SVD pada tahun 1980-1981. Semasa kepemimpinannya, P. Yosef mendirikan rumah pembinaan “La’at Manekan” di Kefamenanu untuk kepentingan anggota SVD sendiri dan untuk menjawabi kebutuhan rohanı umat. Rumah Pembinaan Noemeto dimaksudkan juga sebagai basis keberadaan SVD di Kabupaten TTU.

Selanjutnya, P. Yakobus Bura terpilih sebagai Provinsial ke-V (1999-2005). Dalam masa jabatannya, Provinsi Timor Timur mengalami pergolakan politik yang mengakibatkan exodus pengungsian besar-besaran ke daerah Timor Barat. Banyak pengungsi tinggal dalam barak-barak dan dalam aula kompleks Nenuk. Dalam situasi yang mencekam ini, P. Yakobus Bura, SVD menunjukkan perhatian dan cintanya kepada orang-orang kecil dan sederhana. Beliau berusaha memberikan yang terbaik kepada para pengungsi. Beliau memperhatikan juga misi SVD di Timor Leste, yang baru saja menyatakan kemerdekaannya. Dalam Kapitel Provinsi SVD Timor ke-15 para kapitularis memutuskan untuk membentuk satu tim kecil untuk membuat satu studi kelayakan, yang dapat memberikan suatu rekomendasi pembentukan suatu Regio SVD di Timor Leste.

Feliks Kosat, SVD sebagai Provinsial ke-VI (2005-2008). Semasa menjabat Provinsial, P. Feliks mendirikan Biara Beato Bruder Gregori dan sebuah Perpustakaan SVD di Kupang. Biara Beato Brud Gregorius (BBG) menjadi tempat tinggal para Brudet yang masih dalam pendidikan dan juga para Bruder yang studi bidang profesi, misalnya di Unika Widya Mandira Kupang. Penjajakan untuk pembentukan Regio SVD Timor Leste berjalan teru Kapitel Provinsi SVD Timor ke-6 pada tanggal 23-27 Januan 2006 di Nenuk mendukung pembentukan Regio SVD Timor Leste

Simon Bata, SVD sebagai Provinsial ke-VII (2008-2014). Provinsial Simon, SVD merintis pembangunan rumah pembinaan para Pra-Postulan dari Timor Leste yang ingin menjadi misionaris SVD. Pater Simon juga menyelenggarakan musyawarah umum ke-3 di Nocmeto, TTU dari tanggal 02-05 Maret 2010. Hadir juga pada kesempatan itu Visitator General, P. Arlindo Diaz Pareira, SVD. Para anggota musyawarah itu juga mendukung usaha pembentukan Regio SVD Timor Leste. Akhirnya, pada tanggal 08 Juni 2011 Regio SVD Timor resmi didirikan dan P. Gabriel Suban Koten, SVD ditunjuk sebagai Regional SVD Timor Leste pertama.

Vinscentius Wun, SVD sebagai Provinsial ke-VIII (2014-2017). Beberapa karya misi yang dirintis pada masa kepemimpinan ini adalah SMA Arnoldus Janssen Kupang dan Rumah Misi di Sulawesi.

Yustinus Didimus Nai, SVD sebagai Provinsial ke-IX (2017-2023). Semasa kepemimpinannya, karya misi yang ditambahkan itu mencakup pembuatan patung Arnoldus Janssen sebagai misi memperkuat identitas SVD di Pulau Timor, Komunitas SVD Nule, Soe dan serta merenovasi rumah jompo St. Arnoldus Nenuk.

Selanjutnya, P. Yohanes Eduard terpilih sebagai Provinsial ke-X (2023-2025) dan Br. Salomon Leki, SVD sebagai Provinsial ke-XI (2025-sekarang) menggantikan P. John yang meninggal pada Februari 2025 silam.

Peluang dan Tantangan Misi di Provinsi SVD Timor

Anton Pain Ratu, SVD dalam tulisannya “Jejak Langkah SVD di Timor” yang mengenang 100 tahun SVD mengatakan demikian,

Jejak langkah Serikat Sabda Allah (SVD) selama 100 tahun khususnya di pulau Timor bisa saja ada yang masih terang, ada yang sudah kabur, dan malah ada yang sudah terhapus atau tertimbun tanah dan abu, sehingga perlu digali, supaya dapat dibaca dan dipahami arti dan maknanya. Kebanyakan pemilik jejak langkah itu sudah berlalu. Kita yang masih ada kini mempunyai jejak langkah juga. Namun, semuanya itu akar berlalu dan berubah seiring dengan berlalunya waktu. Olek karena itu, benar apa yang dikatakan orang bijak: Di dunia in “tiada yang kekal selain perubahan!”

Membaca perkembangan misi SVD yang terjadi di Pulau Timor, terdapat beberapa peluang dan tantangan yang dihadapi dalam membangun Provinsi yang lebih baik dalam menyambut 150 tahun. sejak berdirinya 1875 sampai 2025, SVD tetap setia pada panggilan misi universalnya dengan cara yang relevan dan kontekstual, menyesuaikan dengan tantangan dunia modern seperti globalisasi, urbanisasi, dan isu sosial-politik. Mereka hadir sebagai agen dialog, keadilan, dan pemberdayaan, sekaligus sebagai pendamping spiritual yang peka terhadap dinamika zaman.

Pada tahun 2025, SVD hadir untuk semua orang yang mencari kebenaran, keadilan, dan harapan di dunia yang semakin kompleks, serta untuk memperkuat komunitas yang rentan dan kurang beruntung. Pater Hendrik Boku, SVD dalam catatannya menegaskan bahwa perkembangan dunia yang sudah terdigitalisasi oleh teknologi mengharuskan semua orang paham akan penggunaan teknologi itu sendiri. Kondisi ini turut memberi peluang kepada para anggota SVD untuk mengembangkan identitasnya sebagai misionaris yang memiliki spirit internasionalitas. Teknologi memberi ruang kepada anggota serikat untuk tidak hanya menjadi pewarta Sabda Allah dalam ruang lingkup misi yang terbatas, tetapi juga menjadi agen pembangunan misi universal Gereja Katolik itu sendiri. Sebagai contoh, media memberikan wadah yang produktif bagi para anggota serikat dalam menjalin relasi bersama anggota serikat yang tidak terjangkau dalam ruang dan waktu yang nyata.

Lebih lanjut, Pater Martin Lali Jawa, SVD dalam renungan ret-ret bersama konfrater SVD muda juga menjelaskan bahwa situasi yang terjadi pada usia 150 tahun SVD dunia adalah suatu kisah pengulangan pada waktu pendiri serikat, St. Arnoldus Janssen tidak mendapat tempat dan ruang serta mengalami penolakan pasca pernyataan kehendaknya untuk mendirikan kongregasi misi SVD. Hal demikian juga terjadi dalam diri 112 tahun SVD Timor; semakin banyak karya misi yang terancam ditutup, perbengkelan dan percetakan yang sudah “mati” dan sulit untuk dibangkitkan lagi. Persoalan ini tentunya tidak sekadar mengulang kisah lama Bapa Arnoldus, tetapi suatu perubahan yang mengancam misi dan karya SVD ke depannya.

Peluang dan tantangan misi SVD dalam balutan 150 tahun turut mengundang adanya suatu sikap transformasi akal budi yang berdampak terhadap karya pewartaan misi dalam kehidupan umat Allah. Bagi Pater Martin, situasi 150 tahun ini adalah suatu ajakan yang mendasarkan diri pada dunia yang terluka. Menjadi pengikut Kristus atau anak Allah dalam spirit SVD adalah dengan mengakar dalam luka goresan yang di satu sisi bisa menimbulkan goresan-goresan luka baru yang lebih menyakitkan dan di sisi yang lain menjadi penawar yang mampu menguatkan, menyembuhkan dan mengakar lebih dalam sebagai upaya membebaskan diri dari situasi dunia saat ini yang sedang terluka.

Kembali ke Akar

Usia panjang 150 tahun merupakan suatu usia yang menjadi suatu kebanggaan sekaligus perjuangan yang panjang dalam membangun “dunia” SVD ke depannya. Ibarat sebuah pohon, pohon yang tumbang karena usia lanjut telah mengabarkan suatu kebanggaan misi kepada mereka yang telah menanamkannya sejak dahulu kala. Sebaliknya, tunas pohon yang baru tumbuh menjadi tanggung jawab bagi mereka yang masih hidup di usia produktif dalam memikirkan segala cara agar ia terus bertahan dan bertumbuh dengan baik.

Mengutip P. Martin dalam catatan renungan terhadap usia 150 tahun SVD di tengah dunia yang terluka mengatakan bahwa keadaan yang buruk akan menjadi jembatan yang baik dalam berjumpa dengan Tuhan dan jalan buntu yang mengecewakan akan menjadi jalur putar balik yang menggembirakan. Barangkali dengan mengenang kembali akar sejarah SVD Timor, perjuangan untuk terus melanjutkan misi SVD yang lebih kontekstual dan relevan serta warisan spiritualitas Arnoldus Janssen dalam diri para pemimpin semakin menemukan cahaya yang semakin dekat semakin memberikan penerangan yang jelas bagi para anggota-anggotanya.