Kehadiran Yesus sebagai Mesias, tidak berarti menjalani hari-hari hidup tanpa tantangan. Namun justeru sebaliknya, begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh Yesus. Ketika Ia mengajar dan mewartakan Kerajaan Allah, Ia tidak bisa dibungkam oleh tekanan dari mereka yang menamakan diri sebagai penjaga “marwah” hukum Taurat. Semakin Yesus mendapatkan tekanan, pada saat yang sama Ia semakin berani untuk mewartakan tentang kerajaan baru yang mendapatkan kesempurnaan dalam diri-Nya. Ajaran-ajaran menarik dan memukau begitu banyak orang, karena itu para ahli Taurat dan orang-orang farisi mencari celah kesalahan untuk menjerat-Nya.
“Dan lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kita benar-benar sudah tahu, bahwa Ia adalah Kristus?” Yesus adalah pribadi yang otonom yang menentukan arah dan tujuan gerak pewartaan-Nya. Kehebatan Yesus saat mengajar yakni memberikan “ruang permenungan” bagi para pendengar untuk merefleksi diri tentang relasi dengan Allah dan sesama. Ajaran-Nya berbasis nilai yang menyentuh kesadaran manusia agar terus membangun relasi dengan Allah. Memandang pengajaran tentang nilai kebaikan yang terkandung dalam kerajaan yang diwartakan-Nya, maka apa pun risiko tetap dihadapi dengan gembira. Suasana gembira selalu mewarnai gerak pewartaan Yesus.
Yesus tidak pernah mengeluh bahkan terkait dengan tantangan yang sedang dihadapi-Nya. Kehidupan-Nya seperti “air yang mengalir,” menuruti irama alami dari Allah yang mengutus-Nya. Ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia tampil di hadapan umum pada usia yang matang. Proses alami inilah yang dialami oleh Yesus untuk boleh mengalami kematangan diri. Bertumbuh dari sebuah proses maka tak heran ketika mengalami begitu banyak tantangan, Ia tabah untuk menjalani.
Yesus, secara implisit memberikan pesan penting bagi kita ketika menghadapi tantangan, yakni berdamailah dengan situasi. Artinya bahwa tidak perlu reaksi yang berlebihan ketika menghadapi tantangan. Karena reaksi berlebihan pada akhirnya mengurangi mutu diri. Dalam menghadapi segala tantangan itu, dijalani dalam nuasa kedewasaan diri. Dewasa menghadapi tantangan, berarti tidak menghiraukan rencana jahat dari para ahli Taurat dan orang-orang farisi untuk menghabisi nyawa-Nya. Ancaman-ancaman destruktif yang dialamatkan pada diri-Nya, tidak membuat nyali Yesus ciut. Ia bahkan semakin berani dan secara terang-terangan mengajarkan jalan cinta kasih yang penerapannya berbeda dengan hukum Taurat.
Prinsip yang dibangun Yesus adalah mendaratkan warta suka cita pada semua orang tanpa takut dan gelisah. Bagi Yesus, ketakutan merupakan situasi yang membatasi ruang gerak dalam mengabarkan suka cita. Karena itu, menjadi pewarta, dalam situasi apa pun, kabar suka cita itu harus diwartakan.*