Dalam Injil Markus 2: 18-22, Yesus memberikan pemahaman yang unik tentang puasa dengan menggunakan analogi tentang pesta perkawinan, pekerjaan menambal baju, dan pekerjaan menyimpan anggur di kantong kulit. Dalam pesta perkawinan, para sahabat mempelai laki-laki tidak dapat berpuasa selama mempelai itu ada bersama mereka. Mereka akan berpuasa ketika mempelai itu diambil dari mereka. Saat orang menambal baju yang sudah tua, tidak akan digunakan kain yang masih baru, sebab kain yang baru justru akan mengoyaknya sehingga malah merusakan seluru baju. Bila orang menyimpan anggur, kantong kulit yang sudah tua tidak akan diisi dengan anggur yang baru, supaya kantong itu tidak terkoyak dan anggurnya terbuang. Anggur yang baru akan disimpan di kantong kulit yang baru pula.
Yesus menggunakan ketiga analogi di atas untuk menyatakan tentang kehadiran diri-Nya sendiri. Pengantin, kain yang baru dan anggur yang baru dalam kisah ini merujuk pada pribadi Yesus sendiri yang hadir di tengah-tengah para muridNya. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi murid-murid-Nya untuk berpuasa selagi Dia masih ada bersama mereka. Namun, Dia juga meramalkan bahwa akan ada waktu di masa depan ketika Dia akan diambil dari mereka, dan pada saat itu murid-murid-Nya akan berpuasa.
Yesus menggambarkan bahwa kehadiran-Nya membawa suatu periode kegembiraan, sebagaimana pengantin membawa sukacita dalam pernikahan. Namun, Dia juga menyadari bahwa akan ada saat-saat kesedihan dan pemisahan, dan pada waktu itulah puasa dapat menjadi ungkapan dari kerinduan dan penantian.
Dengan menggunakan perumpamaan kain dan anggur, Yesus juga menekankan bahwa puasa bukanlah sekadar rutinitas tanpa makna, tetapi haruslah sesuai dengan konteks dan kebutuhan. Pengajaran ini menunjukkan bahwa pengalaman rohani tidak dapat diikat oleh aturan-aturan yang kaku, melainkan harus disesuaikan dengan realitas dan tahapan spiritual tertentu.
Dengan demikian, puasa yang diajarkan oleh Yesus bukan hanya tentang menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga mencakup sikap kerendahan hati, penyesuaian diri dengan waktu dan situasi, serta kesadaran akan kehadiran-Nya dalam kehidupan setiap orang.
Pertanyaan untuk direfleksikan pada saat ini adalah seberapa besar sukacita yang kita alami saat ini dalam mengimani Yesus? Apakah ada hal-hal baru yang kita sumbangkan untuk membuahkan sukacita bagi sesama kita?