Bertobatlah dan Percayalah Kepada Injil (Markus 1: 14-20)

Di dalam Injil Markus 1:14-20, dikisahkan bahwa sesudah Yohanes Pembaptis ditanggap dan dipenjarahkan, datanglah Yesus ke Galilea untuk memberitakan Injil Allah.

Bertobatlah dan Percayalah kepada Injil

Di dalam Injil Markus 1:14-20, dikisahkan bahwa sesudah Yohanes Pembaptis ditanggap dan dipenjarahkan, datanglah Yesus ke Galilea untuk memberitakan Injil Allah. Yesus berkata, “saatnya telah genap,”Kerajaan Allah sudah dekat”. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”.

Dalam Kitab Suci, kita belajar bahwa buah dari dosa adalah kebinasaan. Pertobatan adalah pintu menuju kehidupan kekal. Keselamatan diperuntukan untuk semua orang. Jadi keselamatan bukanlah hak eksklusif orang yang sempurna, melainkan anugerah bagi mereka yang berani mengubah jalan hidup mereka melalui pertobatan. Seiring dengan kata-kata bijak Santo Agustinus, bahwa “Tidak ada orang suci tanpa masa lalu, dan tak ada pendosa tanpa masa depan”. Dalam kata-kata bijak Santo Agustinus ini, kita dipanggil untuk memahami bahwa tak ada kekudusan tanpa sejarah kelam, dan tak ada pengampunan tanpa harapan masa depan. Kita semua pengikuti Kristus, tentu punya dosa, dan Allah selalu memberikan kita kesempatan untuk bertobat dan mendapatkan pengampunan sehingga kita bisa menjadi orang kudus.

Pertobatan adalah tempat di mana dosa-dosa masa lalu dihapus oleh Allah dan tak lagi menjadi beban dalam hidup. Melalui pertobatan, kita melepaskan jala dosa dan menjemput kebenaran yang dapat menuntun hidup kita kepada cahaya ilahi. Seperti Simon dan Andreas saudaranya Simon yang sedang menebarkan jala di danau dan Yesus datang memanggil mereka dan berkata, “Ikutilah Aku, dan kamu akan Aku jadikan penjala manusia.” Mereka meninggalkan perahu dan jala mereka dan mengikuti Yesus.

Andreas, Simon, Yohanes, dan Yakobus yang dikisahkan dalam Injil Markus 1: 14-20 adalah para nelayan yang sedang mencari nafkah. Mereka ini adalah para nelayan yang biasa dan sederhana. Namun ketika mereka mendengar panggilan Yesus, mereka dengan spontan dan tanpa bertanya banyak meninggalan perahu, jala-jala bahkan pekerjaan mereka dan dengan suka rela membaktikan diri mereka untuk terlibat dalam misi yang lebih besar yaitu menyelamatkan jiwa-jiwa.

Inilah kisah awal perjalanan yang luar biasa, di mana keempat nelayan yang sederhana ini memilih untuk melepaskan ikatan dunia dan ikatan keluarga demi panggilan yang lebih tinggi. Tidak ada kata “tunggu” atau “nanti” dalam jawaban mereka; segera setelah Yesus memanggil, mereka membiarkan perahunya menjadi saksi bisu perubahan besar yang tengah terjadi dalam hidup mereka.

Terbayang bagaimana perahu-perahu itu terdiam sendiri di tepi danau, seperti saksi bisu akan keputusan besar yang diambil oleh para nelayan. Mereka tidak hanya meninggalkan alat pekerjaan mereka, tetapi juga menerima tugas yang lebih mulia yaitu menjadi pewartaan Sabda Ilahi.

Mengapa? Karena panggilan Yesus adalah undangan untuk terlibat dalam kisah penyelamatan yang lebih besar, di mana jala kasih-Nya lebih besar dari jala para nelayan. Dengan demikian perahu hidup mereka tidak lagi terbatas oleh batas pantai, melainkan mengarungi lautan kehidupan yang lebih luas.

Semoga kisa panggilan keempat murid Yesus yang pertama ini menginspirasi kita semua. Bisakah kita, seperti mereka, meninggalkan perahu-perahu kita yang nyaman di tepi pantai dan terlibat dalam misi keselamatan yang lebih besar? Mari kita refleksikan tentang panggilan kita masing-masing dan bersedia melepaskan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk bersama Yesus dalam karya penyelamatan jiwa.