LBH APIK NTT dan ICW Gelar Diskusi Keterbukaan Informasi Publik di NTT

Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia (LBH APIK) NTT dan Indonesia Corruption Watch (ICW) bekerja sama untuk menggelar diskusi dengan jurnalis

Diskusi ICW dan LBH APIK NTT

 

Kota Kupang, TIRILOLOLOK  || REGIONAL – Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia (LBH APIK) NTT dan Indonesia Corruption Watch (ICW) bekerja sama untuk menggelar diskusi dengan jurnalis tentang “Membuka Gembok Keterbukaan Informasi Publik: Asesmen Terhadap Implementasi Keterbukaan Informasi Pengadaan Barang dan Jasa di NTT”. 

Diskusi yang berlangsung pada Jumat (15/12/2023) di Restoran Taman Laut, menghadirkan narasumber Direktur LBH APIK NTT Ansy Damaris Rihi Dara, perwakilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafitri, dan Wakil Ketua Komisi Informasi Publik Provinsi NTT Germanus S. Atawuwur.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk menguatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemerintah dan mencegah korupsi melalui keterbukaan informasi. Di dalam diskusi tersebut, ditinjau refleksi mengenai keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa setelah diterbitkannya PerKI No. 1 Tahun 2021, serta tantangan dan capaian dalam asesmen keterbukaan informasi pengadaan barang dan jasa. Selain itu, akan diberikan rekomendasi terkait penguatan keterbukaan informasi publik secara umum dan khusus dalam konteks pengadaan barang dan jasa.

Pada sambutannya, Direktur LBH APIK NTT, Ansy Damaris Rihi Dara, menyampaikan pentingnya keterbukaan informasi bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga semua orang memiliki akses yang sama dan adil terhadap informasi yang layak. Hal ini merupakan implementasi dari Peraturan Komisi Informasi (Perki) yang diambil dari undang-undang tentang keterbukaan informasi publik, demi memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan di NTT.

Sementara itu, Almas Sjafitri dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan bahwa regulasi saja tidak cukup, melainkan perlu juga melihat bagaimana implementasi regulasi tersebut dilakukan. ICW bekerja sama dengan LBH APIK dalam melakukan asesmen atau sengketa informasi untuk memeriksa apakah regulasi tersebut sudah diimplementasikan dengan baik. Jika terdapat masalah atau tantangan dalam implementasinya, maka ICW dan LBH APIK akan melakukan advokasi bersama dengan jaringan masyarakat sipil, jurnalis, dan Komisi Informasi (KI). Asesmen ini tidak hanya dilakukan di NTT, tetapi juga di wilayah lain seperti Jawa Timur, Jakarta, Tuban, Medan, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan. Almas Sjafitri melihat adanya kesenjangan antara regulasi dan implementasinya.

Selanjutnya, Germanus S. Atawuwur, Wakil Ketua Komisi Informasi Publik Informasi Provinsi NTT, berbagi informasi tentang paradigma yang awalnya tertutup, kecuali jika diungkapkan karena merupakan rahasia negara. Namun, paradigma tersebut berubah sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2014 tentang keterbukaan informasi. Kini, segala informasi dapat diakses oleh masyarakat umum kecuali jika dikecualikan berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang tersebut.

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5.000.000,00.