Di dalam Injil Markus 3: 20-21, dikisahkan tentang Yesus dan para murid-Nya yang terus sibuk melayani sehingga makan pun mereka tidak sempat. Maka kaum keluarga Yesus mengira bahwa Yesus tidak waras lagi.
Dalam kisah Injil di atas ini mau mengatakan Bahwa, Allah kita bukan Allah yang diam, tetapi Allah yang sibuk melayani dunia. Cinta Yesus yang kuat untuk melayani tanpah parih kepada orang banyak. Orang-orang setia berkumpul, haus akan ajaran dan sentuhan penyembuhan ilahi Yesus Kristus. Begitu besar kasih dan pelayanan-Nya kepada orang banyak sehingga makan pun menjadi sulit bagi Yesus dan para murid-NYa. Ini adalah pelayanan yang tanpa pamrih, tanpa memikirkan diri sendiri, melainkan sepenuhnya untuk kebutuhan orang lain.
Namun, di balik kerumunan orang banyak yang setia ini, anggota keluarga Yesus mendengar tentang kasih dan pelayanan Yesus dan murid-murid-Nya yang tak kunjung henti membuat keluarga Yesus terkejut bahkan sampai mengeluarkan kata-kata, bahwa Yesus “tidak waras lagi.” Kata-kata ini, mungkin terdengar keras, menggambarkan ketidakpahaman bahkan dari orang-orang terdekat Yesus terhadap panggilan dan pelayanan perutusan-Nya.
Pesan Injil hari ini mengungkapkan kepada kita satu kebenaran yang terkadang dilupakan di mana ketika pelayanan tanpa pamrih kadang-kadang sulit dimengerti oleh orang-orang yang berada di sekitar kita, bahkan oleh keluarga kita sendiri. Keputusan untuk mendedikasikan hidup untuk melayani seringkali bertentangan dengan pandangan dunia yang sering mengukur nilai seseorang berdasarkan pencapaian duniawi.
Bagaimanapun, panggilan Yesus untuk melayani adalah contoh nyata tentang bagaimana mencintai tanpa batas. Ia rela mengorbankan diri-Nya sampai sehabis-habisnya bagi kita. Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi 2:8 mengatakan, “supaya didapati dalam pola seperti manusia, Dia sudah merendahkan diri-Nya sendiri dengan menjadi taat sampai pada kematian, bahkan kematian di kayu salib”. Ini adalah bukti cinta-Nya yang besar kepada manusia.
Dalam konteks Injil hari ini, kita dapat simpulkan bahwa pertama, Allah kita terus sibuk melayani kita dan dunia kita sampai saat ini. Kedua, kita pun harus terus bekerja dan melayani sesama kita tanpa pamrih, bahkan jika itu membuat kita dianggap “tidak waras” oleh standar dunia.
Oleh karena itu, saya mengajak kita semua di dalam keramaian kehidupan sehari-hari kita, kita harus terus bertanya diri apakah kita bersedia untuk melayani dengan penuh kasih, bahkan jika itu berarti mengesampingkan kepentingan pribadi kita. Mungkin, di dalam pemahaman yang lebih dalam, kita dapat menemukan kebijaksanaan sejati di balik panggilan untuk hidup tanpa pamrih seperti yang diperlihatkan oleh Yesus.